Isu ini sebenarnya bukan isu yang baru. Pertengahan tahun 1980-an isu ini juga pernah beredar, walau di kalangan terbatas. Dari pihak keluarga Adam Malik, Antarini Malik, sudah mengklarifikasi bahwa hal tersebut tidak benar. Antarini yang merupakan anak dari Adam Malik ini bahkan menuding Tim Weiner sebagai Jurnalis kacangan (Yellow Journalist) di AS yang suka dengan berita-berita sensasional. Dalam hal ini, memang sangat disayangkan jika paparan Weiner tersebut hanya berasal dari satu orang, yakni dari seorang agen CIA yang ditugaskan di Jakarta dari tahun 1964-1966 bernama Clyde McAvoy.
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan. Pertama, Tim Weiner bukanlah jurnalis kemarin sore. Dia sudah 20 tahun mendalami soal CIA dan terbang ke berbagai negara untuk menelusuri fakta yang ditemukan. Bahkan setelah mendapat hadiah Pulitzer, dia sekarang mendapat proyek untuk menulis buku tentang FBI.
Kedua, adanya orang atau pejabat Indonesia yang menjadi agen CIA bukanlah isapan jempol. Bahkan sampai detik ini saya yakin ada agen-agen CIA (termasuk agen IMF) yang berada di lingkaran pusat kekuasaan, terutama di sektor ekonomi. Ekonomi negeri ini sejak masa Orde barunya Suharto kan dirancang di Swiss di tahun 1967, antara para Mafia Berkeley dengan tokoh-tokoh Zionis-Yahudi. Diakui atau tidak, orang-orang yang menjual negara ini di Swiss, dan juga orang yang menugaskan mereka, adalah pelayan kepentingan AS, mungkin tanpa harus menjadi agen CIA, namun jelas telah bekerja melayani tuan yang sama dengan tuannya CIA.
Lalu, selain agen CIA, di negeri ini juga ada agen Zionis. Siapa tokohnya? Mudah kok. Akhir Mei lalu, ada seorang tokoh negeri ini yang pergi ke AS untuk menerima Medal of Varlor dari para pemuka Zionis di AS. Orang-orang liberal, walau mungkin mereka tidak menyadari atau mengakuinya, juga bekerja untuk kepentingan Amerika.
Soal apakah Adam Malik itu agen CIA atau bukan, pernah direkrut CIA atau tidak, maka hal ini harus ditelusuri lagi. Karena dunia intelijen adalah dunia abu-abu. Siapa memanfaatkan siapa, tidak pernah jelas. Orang yang direkrut pun tidak harus tahu dirinya sedang dimanfaatkan oleh dinas intelijen. Bisa jadi, Mc Avoy memang mengklaim merekrut Adam Malik, tanpa sepengetahuan Adam Malik itu sendiri. Ini mungkin saja terjadi.
Salah seorang Indonesia yang pernah direkrut secara terbuka menjadi agen CIA adalah Anton Ngenget, adik dari Reymond Ngenget, karib dari Sayuti Melik, Sjahrir, dan Amir Syarifudin. Hebatnya, Anton bekerja untuk tiga pihak sekaligus: RI, CIA, dan KGB. Rekan sejawatnya di CIA adalah Stapleton Roy, mantan Dubes AS untuk Indonesia. Dalam wawancaranya dengan Tim Tabloid DeTAK, Anton memaparkan jika orang Indonesia yang menjadi agen CIA di akhir tahun 1950-an adalah Kolonel Suwarto yang menjabat sebagai Komandan SSKAD (Sekolah Staf dan Komando AD) di mana Suharto setelah dipecat dari Pangdam Diponegoro ‘ditendang’ ke sana.
Manai Sophiaan, mantan Duta Besar RI untuk Moscow dan ayahanda dari (alm) Sophan Sophiaan, kepada DeTAK juga menyatakan jika Kolonel Suwarto-lah yang pertama kali merekrut Suharto bekerja buat agen CIA.
Nah, kita semua tahu jika tiga pekan setelah peristiwa penembakan terhadap sejumlah jenderal AD pada dini hari 1 Oktober 1965, Angkatan Darat di bawah perintah Suharto melakukan pembantaian terhadap lebih dari setengah juta rakyat Indonesia di Jawa dan Bali yang dituduh sebagai simpatisan komunis. CIA dan dinas intelijen Inggris terlibat dalam prahara politik di negeri ini sejak tahun 1950 hingga 1967. Dokumen CIA sendiri telah menyatakan hal ini (Dokumen CIA: Melacak Penggulingan Soekarno dan Konspirasi G30S 1965; Hasta Mira: 2002).
Dimana peran Adam Malik dalam tahun-tahun ini? Kathy Kadane, lawyer dan wartawati State News Service AS, dalam artikelnya yang dimuat di Herald Journal, South Carolina (19/5/1990) dan juga sejumlah media internasional termasuk Washington Post (21/5/1990) dan Boston Globe (23/5/1990), menyatakan jika CIA lewat Staf Bagian Politik AS di Jakarta bernama Edward Masters telah menyusun sekurangnya 5.000 daftar nama anggota dan tokoh PKI. Daftar nama ini diserahkan kepada Kim Adhyatman, orang dekat Adam Malik. Oleh Kim, dokumen dari CIA itu diserahkan kepada Adam Malik, yang kemudian diserahkan kepada Jenderal Suharto. Kim sendiri dalam wawancaranya dengan Tempo (6/10/1990) mengakui menerima daftar itu dan menyerahkan kepada Adam Malik. Oleh Suharto, daftar itu dijadikan salah satu sandaran bagi upaya pembersihan (baca: pembantaian) orang-orang yang dianggap komunis.
Berkat kerjasama yang baik dengan Suharto-lah, Adam Malik kemudian diangkat menjadi Wakil Presiden. Wallahu’alam bishawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar