Sejumlah faktor risiko memberikan pengaruh negatif pada metabolisme tulang dan menyebabkan predisposisi pada patah tulang, termasuk konsumsi minuman ringan berkarbonasi secara berlebihan.
Fakta eksperimental menunjukkan sebuah asosiasi antara asupan minuman ringan kola dan gangguan metabolisme tulang menjadi masalah yang mengemuka berdasarkan penelitian epidemiologi global yang menunjukkan peningkatan asupan minuman ringan kola berhubungan dengan penurunan mineral tulang, peningkatan risiko patah tulang pada usia berapapun, dan sebuah peningkatan risiko osteoporosis di masa mendatang.
1. Penelitian di Irlandia Utara
Sebagai contoh, sebuah penelitian yang melakukan kombinasi riwayat medis dengan kuesioner frekuensi makanan dari remaja Amerika menunjukkan sebuah asosiasi kuat antara konsumsi minuman ringan kola dan patah tulang pada perempuan. Sebuah penelitian observasional cross-sectional yang dilakukan di Irlandia Utara juga menunjukkan sebuah hubungan negatif antara asupan minuman ringan berkarbonasi dan kepadatan mineral tulang pada tumit perempuan usia 12 sampai dengan 15 tahun.
2. Penelitian Kohort tasmania
Sebuah penelitian kohort skala besar di Tasmania menunjukkan sebuah asosiasi antara konsumsi minuman ringan kola dan peningkatan risiko patah tulang pergelangan tangan dan lengan pada anak laki-laki dan perempuan antara usia 9 dan 16 tahun.
3. Penelitian Hemeostatis Denmark
Di Denmark, sebuah penelitian terkini mengenai penanda homeostasis (keseimbangan) kalsium yang diperiksa menggunakan penanda darah dan urin (air seni) dan perubahan tulang pada laki-laki muda antar usia 22 dan 29 tahun menegaskan asupan minuman ringan kola berdampak negatif pada metabolisme tulang.
4. Penelitian Osteoporosis Framingham
Sebuah Pusat Penelitian Osteoporosis Framingham, sebuah penelitian jangka panjang di Amerika Serikat, menunjukkan asupan kola berhubungan dengan kepadatan mineral tulang yang rendah pada pinggul perempuan.
5. Penelitian oleh Teófilo MJ, Leonel DV, dan Lamano T. (2009)
Pemeriksaan jaringan oleh Penelitian oleh Teófilo MJ, Leonel DV, dan Lamano T. (2009) dalam penelitian ini menunjukkan konsumsi minuman ringan kola berhubungan dengan sebuah pembentukan tulang alveolar yang terhambat (uji one way ANOVA, P= 0,0006). Sebuah penurunan sebesar 27,60% pada persentase rata-rata pembentukan trabekula tulang yang baru diamati pada sampel yang mengonsumsi minuman kola setelah pencabutan gigi (p < 0,01). Penyembuhan tulang mengalami penurunan sebesar 25,75% pada sampel yang mengonsumsi minuman ringan kola dua minggu setelah pencabutan gigi, tetapi perbedaan tidak signifikan secara statistik (p > 0,05).
Fakta eksperimental menunjukkan sebuah asosiasi antara asupan minuman ringan kola dan gangguan metabolisme tulang menjadi masalah yang mengemuka berdasarkan penelitian epidemiologi global yang menunjukkan peningkatan asupan minuman ringan kola berhubungan dengan penurunan mineral tulang, peningkatan risiko patah tulang pada usia berapapun, dan sebuah peningkatan risiko osteoporosis di masa mendatang.
1. Penelitian di Irlandia Utara
Sebagai contoh, sebuah penelitian yang melakukan kombinasi riwayat medis dengan kuesioner frekuensi makanan dari remaja Amerika menunjukkan sebuah asosiasi kuat antara konsumsi minuman ringan kola dan patah tulang pada perempuan. Sebuah penelitian observasional cross-sectional yang dilakukan di Irlandia Utara juga menunjukkan sebuah hubungan negatif antara asupan minuman ringan berkarbonasi dan kepadatan mineral tulang pada tumit perempuan usia 12 sampai dengan 15 tahun.
2. Penelitian Kohort tasmania
Sebuah penelitian kohort skala besar di Tasmania menunjukkan sebuah asosiasi antara konsumsi minuman ringan kola dan peningkatan risiko patah tulang pergelangan tangan dan lengan pada anak laki-laki dan perempuan antara usia 9 dan 16 tahun.
3. Penelitian Hemeostatis Denmark
Di Denmark, sebuah penelitian terkini mengenai penanda homeostasis (keseimbangan) kalsium yang diperiksa menggunakan penanda darah dan urin (air seni) dan perubahan tulang pada laki-laki muda antar usia 22 dan 29 tahun menegaskan asupan minuman ringan kola berdampak negatif pada metabolisme tulang.
4. Penelitian Osteoporosis Framingham
Sebuah Pusat Penelitian Osteoporosis Framingham, sebuah penelitian jangka panjang di Amerika Serikat, menunjukkan asupan kola berhubungan dengan kepadatan mineral tulang yang rendah pada pinggul perempuan.
5. Penelitian oleh Teófilo MJ, Leonel DV, dan Lamano T. (2009)
Pemeriksaan jaringan oleh Penelitian oleh Teófilo MJ, Leonel DV, dan Lamano T. (2009) dalam penelitian ini menunjukkan konsumsi minuman ringan kola berhubungan dengan sebuah pembentukan tulang alveolar yang terhambat (uji one way ANOVA, P= 0,0006). Sebuah penurunan sebesar 27,60% pada persentase rata-rata pembentukan trabekula tulang yang baru diamati pada sampel yang mengonsumsi minuman kola setelah pencabutan gigi (p < 0,01). Penyembuhan tulang mengalami penurunan sebesar 25,75% pada sampel yang mengonsumsi minuman ringan kola dua minggu setelah pencabutan gigi, tetapi perbedaan tidak signifikan secara statistik (p > 0,05).
Penelitian epidemilogi mengenai tren yang menggantikan asupan susu, sebuah sumber kalsium yang utama, dengan minuman ringan menunjukkan nutrisi yang buruk menjadi sebuah faktor risiko yang menyebabkan predisposisi pada kejadian patah tulang.
Asosiasi antara gangguan metabolisme tulang dan asupan minuman ringan kola juga telah dihubungkan pada beberapa komponen formulasi minuman ringan kola.
Di antara senyawa tersebut, asam fosforik dapat mereduksi pembentukan 25-dihydroksivitamin-D, mengganggu penyerapan usus, dan mengganggu penyerapan ulang kalsium di ginjal yang dapat menyebabkan hipokalsemia (kadar kalsium yang rendah dalam darah), dan menyebabkan hiperparatiroidisme (kelenjar paratiorid terlalu banyak memproduksi hormon paratiroid) sekunder yang terjadi akibat tingkat kalsium plasma yang rendah.
Asosiasi antara gangguan metabolisme tulang dan asupan minuman ringan kola juga telah dihubungkan pada beberapa komponen formulasi minuman ringan kola.
Di antara senyawa tersebut, asam fosforik dapat mereduksi pembentukan 25-dihydroksivitamin-D, mengganggu penyerapan usus, dan mengganggu penyerapan ulang kalsium di ginjal yang dapat menyebabkan hipokalsemia (kadar kalsium yang rendah dalam darah), dan menyebabkan hiperparatiroidisme (kelenjar paratiorid terlalu banyak memproduksi hormon paratiroid) sekunder yang terjadi akibat tingkat kalsium plasma yang rendah.
Selain itu, minuman ringan kola kaya akan kafein, berhubungan dengan penurunan kepadatan tulang dan peningkatan risiko fraktur. Menurut Kinney (2002), minuman ringan berkarbonasi non-kola tidak berhubungan dengan risiko patah tulang antara anak dan remaja.
Senyawa makanan yang bersifat asam juga memberikan pengaruh negatif metabolisme kalsium dan mempercepat kerusakan tulang. Selain itu, mekanisme gangguan metabolisme tulang yang terjadi akibat konsumsi kola adalah karakteristik asam minuman kola yang memberikan dampak negatif pada metabolisme kalsium dan tulang dengan meningkatkan kerusakan tulang dan mobilisasi kalsium, serta menurunkan produksi 25-hidroksivitamin-D di ginjal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar